BERITA TERBARU HARI INI – Gus Baha Pernah Kemalingan, Reaksinya Cuma BeginiGus Baha Pernah Kemalingan, Reaksinya Cuma Begini. Sosok KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, sebagai sosok alim alamah ternyata pernah juga menjadi korban pencurian, atau kemalingan dalam bahasa Jawanya.
Sebagai sosok yang terkenal selalu mampu mendinginkan setiap masalah ini reaksinya pun membuat orang yeng mendengar kisahnya geleng-geleng kepala.
Dalam sebuah pengajian, seperti yang diunggah dalam bentuk video pendek di chanel Youtube @Adnan_nawawi99 Gus baha menyatakan, bahwa dirinya benar-benar pernah menjadi korban pencurian beneran.
“Wong kulo nate kemalingan, nggih kemalingan temenan pokoke kelangan,” kata Gus Baha, tanpa menyebut apa yang hilang dan dimana lokasi kehilangan terebut.
Beberapa orang yang mendengar kejadian tersebut protes ke Gus Baha, yang menyatakan orang sealim Gus Baha bisa menjadi korban pencurian. Padahal kan bisa menggunakan cara mukasyafah atau buka tabir.
Berikut Ini Reaksi Gus Baha, Wah Adem Banget
Gus alime koyok njenengan kok kemalingan, kan iso mukasyafah atau apa, ben wonge kecekel,” kata Gus baha menirukan tanggapan orang yang dengar kejadian kemalingan tersebut.
Gus Baha tertawa, sebagai orang alim, ia bisa saja melakukan mukasyafah, namun sebagai orang alim juga, etikanya orang alim, seandainya melihat maling tersebut, dirinya akan pura-pura tidak melihatnya.
“Ora ngrasake wong ngalim, aku yo iso mukasyafah, tapi etikane wong alim, weruh ae aku suka ra weruh kok,” kata Gus Baha.
Ia menyebutkan beda antara polisi dengan orang alim, menurutnya kalau polisi memang tugasnya mengetahui dan menangkap maling. Tetapi sebagai orang alim, tidak bisa seperti itu.
Terkadang sebagai orang alim, justru senang kalau maling tidak ditangkap. Alasannya itu tidak menutupi jeleknya orang muslim.
“Aku udu pulisi, nek aku pulisi seneng nyekel, dadi wong alim iku repot. Pokoke polisi ojo dadi wong alim, wong alim ojo dadi polisi, ” kata Gus Baha dengan guyonan khasnya.
Menurutnya, menjadi orang alim itu berat, risikonya berat, kadang Allah juga tetap mengujinya, seperti salah satunya dengan menjadi korban pencurian seperti itu.
“Dadi wong alim kui abot, yo kadang dites tenan resiko tenan. Dadi wong alim iku abot, yo wes kersone Pangeran,” kata Gus Baha.
Penjelasan Mengenai Mukasyafah
Menukil pejalanruhani.com, mukasyafah berasal dari kata kasyf atau fakasyafna (terbuka tirai), yaitu tersingkapnya tirai, penghalang yang telah menghalangi seorang hamba dengan Tuhannya.
Tersingkapnya tabir penghalang antara seorang hamba dengan Tuhannya, seperti yg disebutkan dalam Al-Qur’an:
فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاۤءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيْدٌ
“Maka Kami singkapkan tutup (yg menutupi) matamu, sehingga penglihatanmu pada hari ini sangat tajam.” (QS. Qaf: 22)
Menurut istilah tasawuf disebutkan bahwa kasyf adalah tersingkapnya tabir ygang menghalangi hati seorang hamba, karena telah bersinarnya cahaya Ilahi di dalamnya ketika hati itu telah dibersihkan. Lalu tampaklah di hati pengertian menyeluruh sebagai hasil dari ma’rifah Allah (pengenalan kepada Allah).
Kasyf dalam pandangan Imam Al-Ghazali disebut sebagai fana’ fit Tauhid. Dengan demikian, fana‘ dalam pemahaman Imam Al-Ghazali adalah kefanaan qalb, yaitu hilangnya kesadaran qalbu tentang dirinya karena tersingkapnya hakikat-realitas, sehingga yang tinggal dalam kesadaran hanya yang Esa.
Imam Al-Ghazali kemudian mengatakan, bahwa hati itu mempunyai dua pintu. Satu pintu terbuka ke arah alam malakut dalam (alam ghaib), yaitu Lauhul Mahfudz dan alam kemalaikatan (alam ruhani).
Adapun pintu yg lain terbuka ke arah panca indra yg berkaitan dengan alam dunia (fisik) yg merupakan cerminan (pantulan) apa yg ada di alam kemalaikatan (Lauhul Mahfudz).
Pintu yg terbuka ke arah alam ghaib dan Lauhul Mahfudz adalah seperti hal keajaiban mimpi yang benar secara yakin, sehingga hati bisa menghayati di tengah tidur akan hal-hal yang akan terjadi di kemudian hari atau kejadian ujian pada masa lalu tanpa perantaraan tanggapan inderawi.
Dari uraian tersebut, bahwa Imam Al-Ghazali mencoba menjelaskan hubungan antara ilmu mukasyafah yg biasa juga disebut dengan ilmu laduni dengan ilmu ta’limiyah, yaitu laksana hubungan naskah asli dengan duplikatnya.
Tingkatan Kasf
Imam Al-Ghazali mengklasifikasikan pengetahuan pada tiga tingkatan sesuai dengan dasar pengetahuan dan metode yang digunakan.
Pengetahuan awam diperoleh melalui jalan meniru atau taqlid. Sedangkan pengetahuan para mutakallimin diperoleh melalui pembuktian rasional. Kualitas peringkat pertama dan kedua ini hampir sama, sedangkan peringkat ketiga adalah yg tertinggi kualitasnya, yaitu pengetahuan para sufi yg diperoleh melalui metode penyaksian langsung dengan radar pendeteksi qalb yg bening.
Dalam perkembangan ilmu tasawuf, para sufi membagi kasyf pada dua tingkatan, yakni kasyf aqli dan kasyf bashari.
Kasyf Aqli
Kasyf aqli adalah penyingkapan melalui akal. Ini merupakan tingkatan pengetahuan intuitif paling rendah. Allah tidak bisa diketahui dan dicintai melalui akal, karena akal membelenggu dan menghalangi manusia dalam tahap tahap akhir taraqqi-nya (pendakiannya).
Kasyf Bashari
Adapun Kasyf Bashari adalah penyingkapan visual yg terjadi melalui penciptaan yg langsung dilakukan Allah.Dan dalam suatu peristiwa, tempat, tindakan, atau ucapan bagi seorang sufi bisa menjadi tempat bagi peningkatan visual ini.
Begitulah kasyf, kondisi dimana hati seseorang bersih-bening, sehingga dengannya bisa melihat dan menyaksikan apa yg selama ini terhijab oleh dosa dan materi keduniaan.