BERITA TERBARU HARI INI – Menelusuri Jejak Seniman Misterius Banksy, Merespon Isu Global Lewat Mural. Banksy adalah nama yang sering perhatian dalam dunia seni kontemporer. Seniman jalanan yang berasal dari Bristol, Inggris, ini dikenal karena karya-karyanya yang selalu berhasil memicu reaksi publik.
Identitas Banksy yang misterius menambah daya tariknya. Meski banyak yang penasaran siapa sebenarnya sosok di balik nama Banksy, pesan kuat yang disampaikan melalui setiap karya seninya tak bisa dikesampingkan.
Perjalanan Banksy sebagai seniman dimulai pada tahun 1980-an di Barton Hill, sebuah daerah di Bristol yang dikenal cukup keras. Saat ini karya-karya Banksy tidak hanya menghiasi dinding kota-kota besar di dunia. Beberapa karyanya juga dipamerkan di ruang pameran seni bergengsi dan acara lelang.
Berikut ulasan lebih lanjut tentang sosok seniman misterius Banksy yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (13/8/2024).
Sosok Seniman Misterius Banksy
Banksy menjadi sosok yang sangat berpengaruh dalam dunia seni kontemporer, terutama di kalangan seniman jalanan. Pria yang diperkirakan berusia 39 tahun ini telah mengenal graffiti, atau seni jalanan, sejak tahun 1980-an. Di era 1990-an, namanya mulai melambung setelah karya-karyanya yang penuh kritik terhadap pemerintah dan isu-isu sosial mencuri perhatian media dan publik.
Meski populer, nama Banksy bukanlah nama asli. Seperti banyak seniman jalanan lainnya, Banksy menggunakan nama samaran untuk melindungi identitasnya dan menghindari penangkapan. Mengingat aksi melukis di tembok-tembok umum dianggap ilegal di banyak tempat, nama samaran ini menjadi bagian penting dari perlindungan dirinya. Namun demikian, karya-karya Banksy selalu menarik perhatian banyak orang karena tidak hanya menampilkan keindahan visual tetapi juga pesan sosial dan politik yang mendalam.
Tidak seperti graffiti biasa, goresan tangan dan tinta Banksy sering kali bercerita tentang berbagai isu global seperti politik, penindasan di Palestina, keserakahan, dan kapitalisme. Salah satu karyanya yang paling terkenal muncul saat ia berkelana ke Timur Tengah pada tahun 2005.
Banksy menyusuri tembok-tembok di wilayah Tepi Barat wilayah Timur Tengah dan melukis gambar-gambar yang penuh kritik terhadap militer Israel serta penindasan yang terjadi di sana. Aksi ini memicu kontroversi dan menimbulkan tudingan bahwa Banksy adalah turis ilegal. Namun, Banksy sendiri menyebut wilayah Tepi Barat sebagai “tujuan akhir” bagi para seniman jalanan.
Jejak Banksy semakin dikenal luas pada tahun 2006, seperti yang dikutip dari BBC. Saat itu, hasil karyanya tidak hanya dapat ditemukan di tembok-tembok jalanan, tetapi juga di galeri seni terkemuka. Popularitasnya melonjak, dan karya-karyanya mulai dihargai dengan harga yang fantastis, menjadikan Banksy tidak ubahnya selebritas di kalangan pengrajin seni. Fenomena ini dikenal dengan istilah “The Banksy Effect,” di mana banyak artis terkenal seperti Angelina Jolie, desainer Paul Smith, dan Brad Pitt berlomba-lomba mengoleksi karya-karya eksklusif Banksy.
Fenomena ini semakin memuncak saat krisis finansial global menyerang pada tahun 2008. Meskipun dunia sedang dilanda krisis, karya-karya Banksy tetap terjual dengan harga tinggi, mencapai 1,8 miliar dolar. Dalam salah satu pernyataannya, Banksy mengungkapkan ironi dari situasi ini, “Saya menyukai cara kapitalisme menemukan tempat – bahkan untuk musuh-musuhnya. Ini adalah bom waktu dalam keserakahan industri.” Pernyataan ini mencerminkan kritik Banksy terhadap sistem kapitalis yang tetap mengakomodasi karya-karyanya meskipun bertentangan dengan prinsip-prinsipnya.
Kritiknya terhadap pasar seni juga terlihat dari pernyataan yang ia tulis di situs lelang, “Saya tidak percaya Anda orang bodoh benar-benar membeli omong kosong ini.” Meskipun demikian, reputasi Banksy sebagai seorang seniman jalanan tetap tak terbantahkan. Kehadirannya telah memberikan pengaruh besar bagi seniman jalanan lainnya untuk menciptakan karya yang menyinggung isu-isu sosial dan politik.
Awal Mula Perjalanan Banksy
Banksy memulai perjalanan seninya di distrik Barton Hill, Bristol, pada era 1980-an. Saat itu, Barton Hill adalah daerah yang dikenal cukup keras dan berbahaya, yang sebagian besar penduduknya merupakan kulit putih. Menurut Banksy, kota ini menyimpan kenangan buruk bagi keluarganya, di mana ayahnya pernah mengalami kekerasan di sana saat masih kecil.
Di tengah lingkungan yang menantang ini, Banksy muda memulai “penyerangan” pertamanya dengan cat semprot. Pada awal karirnya, dia mengaku sering merasa gugup dan belum memiliki identitas artistik yang jelas. Seperti yang dia ceritakan kepada sesama seniman grafiti dan penulis Felix Braun, Banksy mengawali perjalanan seninya dengan mencatut nama-nama seniman lain di bawah grafitinya.
Namun, seiring berjalannya waktu, dia menyadari perlunya sebuah identitas unik dan mudah diingat. Nama “Banksy” akhirnya dipilihnya karena terdengar lebih baik dan mudah untuk ditulis di dinding, serta mengingatkan pada “perampok bank,” memberikan kesan subversif yang melekat pada karya-karyanya.
Terobosan besar dalam teknik seni Banksy terjadi saat usianya menginjak 18 tahun. Ketika itu, Banksy dan sekelompok temannya sedang membuat grafiti di sebuah kereta api ketika Polisi Transportasi Inggris muncul, memaksa mereka untuk melarikan diri. Dalam kepanikan, teman-temannya berhasil meloloskan diri dengan mobil, sementara Banksy harus bersembunyi di bawah sebuah truk dengan oli mesin yang bocor. Banksy pun menyadari bahwa dia perlu mengubah pendekatan dalam berkarya.
“Saya berbaring di sana mendengarkan polisi di atas rel, dan menyadari bahwa saya harus mempercepat proses pembuatan lukisan atau berhenti membuat grafiti,” kenangnya. Saat itulah Banksy melihat plat stensil di bagian bawah tangki bahan bakar truk dan menemukan inspirasi baru. “Ketika saya berbaring di sana, saya menyadari bahwa saya dapat menyalin gaya itu dan membuat setiap huruf setinggi tiga kaki,” lanjutnya. Sejak saat itu, Banksy memutuskan untuk menggunakan stensil dalam setiap karyanya.
Banksy percaya teknik stensil yang dipilih memiliki sejarah yang lebih panjang dan kaya. “Stensil telah digunakan untuk memulai revolusi dan menghentikan perang,” pungkasnya. Dengan teknik stensil, Banksy tidak hanya mampu membuat karya seni dengan lebih cepat dan efisien, tetapi juga menciptakan visual yang kuat dan mudah dikenali. Teknik ini memungkinkan Banksy untuk mengekspresikan kritik sosial dan politiknya secara efektif, sambil tetap menjaga identitasnya yang misterius.
Sejak adopsi teknik stensil, Banksy terus berkembang menjadi ikon dalam dunia seni jalanan. Karya-karyanya tidak hanya menghiasi dinding-dinding kota di seluruh dunia tetapi juga memicu diskusi dan kontroversi mengenai berbagai isu global. Dengan setiap karya yang ia hasilkan, Banksy mengajak kita untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda, sekaligus mempertanyakan norma-norma yang ada.
Karya sebagai Reaksi Terhadap Isu-isu Global
Banksy dikenal sebagai seniman jalanan yang tidak hanya berfokus pada estetika seni, tetapi juga memberikan komentar tajam terhadap berbagai isu global. Karyanya mencerminkan tanggapan terhadap terorisme, kapitalisme, migrasi, dan isu-isu lain yang menjadi perhatian dunia.
Banksy mengunjungi Ukraina untuk membuat tujuh buah karya di sejumlah kota yang mengalami kerusakan parah akibat serangan Rusia. Salah satu muralnya di Borodyanka menampilkan seorang pesenam yang melakukan handstand di reruntuhan gedung yang hancur. Borodyanka sendiri adalah salah satu daerah yang paling terdampak dari konflik berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina, dengan ditemukannya sejumlah kuburan massal korban jiwa yang sebagian besar merupakan masyarakat sipil.
Karya Banksy di Ukraina tidak hanya menyoroti kerusakan fisik yang ditimbulkan oleh konflik, tetapi juga melambangkan ketahanan dan semangat masyarakat yang terkena dampaknya. Melalui seni, Banksy memberikan suara kepada mereka yang terlupakan di tengah kegaduhan politik dan militer. Seni muralnya menjadi medium untuk menyampaikan pesan perdamaian dan harapan di tengah kehancuran.
Tidak hanya berfokus pada isu-isu politik, Banksy juga sering memberikan reaksi terhadap dunia seni secara luas. Salah satu pameran yang menjadi titik balik bagi Banksy dalam mendapatkan perhatian publik adalah “Crude Oils” yang diadakan di London pada tahun 2005.
Dalam pameran ini, Banksy menampilkan serangkaian karya yang merupakan remix dari karya-karya ikonik seniman terkenal dari berbagai era, seperti Vincent van Gogh, Claude Monet, Edward Hopper, dan Andy Warhol. Selain itu, Banksy juga melakukan intervensi pada lukisan-lukisan yang ia temukan dan beli di sekitar London, misalnya dengan menambahkan topeng gas pada figur utama suatu lukisan potret. Hal ini menunjukkan bahwa Banksy tidak segan-segan mengkritik bahkan dunia seni yang telah melambungkan namanya.
Salah satu detail ikonik dari pameran “Crude Oils” adalah keberadaan 200 ekor tikus hitam yang dilepaskan secara bebas di dalam ruang pameran. Mengenai keputusan ini, Banksy menyatakan, “Rats represent the triumph of the little people. The undesirables and the unloved. Despite the efforts of the authorities, they’ve survived, they’ve flourished, and they’ve won.”
Tikus-tikus tersebut melambangkan kemenangan orang-orang kecil, mereka yang dianggap tidak diinginkan dan tidak dicintai. Meskipun otoritas berusaha mengendalikannya, mereka tetap bertahan, berkembang, dan akhirnya menang. Simbolisme ini sangat kuat dan relevan, terutama mengingat latar belakang Banksy yang sering mengangkat tema perlawanan terhadap otoritas dan kapitalisme.
Proyek berskala besar lain yang menunjukkan kritik Banksy terhadap masyarakat modern adalah “Dismaland”, sebuah subversi dari taman hiburan di Weston-super-Mare, Somerset, Inggris. Dalam proyek ini, Banksy menampilkan sepuluh buah karya baru, ditambah karya-karya dari 58 seniman lain dari seluruh dunia, termasuk seniman terkenal seperti Damien Hirst dan Jenny Holzer.
“Dismaland” menampilkan wahana dan permainan yang identik dengan taman hiburan pada umumnya, namun dengan kondisi yang tampak tak terurus dan kusam. Staf yang bertugas di taman hiburan ini pun bersikap tidak ramah dan tidak informatif, berlawanan dengan ekspektasi pengunjung terhadap sebuah tempat rekreasi.