DAILY FREE SPIN

DAILY FREE SPIN

Abraham Samad: Bagi Kami di KPK, Teror Itu seperti Sarapan Pagi

Abraham Samad: Bagi Kami di KPK, Teror Itu seperti Sarapan Pagi

BERITA TERBARU HARI INI – Abraham Samad: Bagi Kami di KPK, Teror Itu seperti Sarapan Pagi. Entah keyakinan apa yang ada di pikiran Abraham Samad bahwa dirinya memang ditakdirkan memimpin lembaga sekelas Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Bayangkan saja, dua kali gagal dalam seleksi calon pimpinan KPK tak membuatnya mundur dan mengubur mimpi bergabung di lembaga itu.

Lahir pada 27 November 1966 di Makassar, Sulawesi Selatan, Abraham Samad sudah ditinggal ayahnya, Andi Samad saat menginjak usia sembilan tahun. Sebagai anak yatim, ia dididik ibunya untuk hidup mandiri, tidak minder, dan kuat.

Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nasional, Makassar pada tahun 1980, Abraham semakin tumbuh menjadi sosok pemberani, kritis, dan peduli sesama teman sekolahnya.

Wataknya yang tidak mengenal kompromi terhadap segala yang dianggap menyimpang kian terbentuk ketika memasuki Sekolah Menengah Atas (SMA) Katolik Cendrawasih, Makassar, tahun 1983. Bahkan, karena ingin membela kawan kerap membuat Abraham terlibat perkelahian dengan siswa lain.

Lulus SMA pada usia 17 tahun, ia langsung melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar. Ia menggondol gelar sarjana hukum pada usia 26 tahun. Keseriusannya mendalami ilmu hukum dia perlihatkan dengan meneruskan pendidikan magister dan doktor hukum dari kampus yang sama.

Sejak kuliah di fakultas hukum, batin Abraham penuh konflik akan masa depannya. Ibunya berharap setelah lulus sarjana hukum dia menjadi pegawai negeri atau birokrat. Tapi jiwa Abraham yang kuat akan pendirian memutuskan menjadi advokat. Menurut dia, banyak persoalan hukum yang belum berjalan semestinya dan banyak terjadi ketidakadilan terhadap kaum lemah.

Pada usia 30 tahun, dia memulai karier menjadi advokat. Ia mencoba menerapkan ilmu di bangku kuliah untuk menangani berbagai kasus. Dia tumbuh menjadi advokat yang vokal setelah juga memutuskan menjadi aktivis antikorupsi.

Abraham kemudian menggagas mendirikan Anti Corruption Committee (ACC) di Sulawesi Selatan di mana dia menjadi koordinator. LSM ini bergerak dalam kegiatan pemberantasan korupsi, seperti melakukan kegiatan pembongkaran kasus-kasus korupsi di Sulawesi Selatan serta mendorong terciptanya sistem pemerintahan yang baik serta sistem pelayanan publik yang maksimal.

Salah satu kasus korupsi yang pernah dia bongkar yakni kasus yang melibatkan Wali Kota Makassar. Akibat langkahnya itu, rumah dan tempat usaha milik istrinya dirusak sekelompok orang. Sejak itu pula dia dikenal sebagai tokoh antikorupsi dari luar Jawa.

Tak sampai di situ, Abraham kemudian berusaha menapak lebih jauh dengan mendaftar sebagai calon pimpinan KPK. Usaha pertama dilakukan pada tahun 2007 di mana saat itu dia tidak lolos dalam seleksi dan Antasari Azhar kemudian terpilih sebagai Ketua KPK.

Usaha kedua dilakukan tahun 2010 ketika mendaftar sebagai calon pimpinan pengganti Antasari. Lagi-lagi dia tersingkir. Dalam dua kali upaya itu, namanya tidak lolos sebagai calon yang akan diuji oleh Komisi III DPR.

Tak hanya gagal memimpin KPK, Abraham juga pernah merasakan kepahitan saat mendaftar sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Komisi Yudisial di mana dia lagi-lagi gagal.

Tak mau menyerah, pada 2011 dia kembali mendaftarkan diri sebagai capim KPK. Hasilnya, meskipun hanya menduduki peringkat kelima hasil uji Panitia Seleksi (Pansel), dia bukan hanya lolos, tapi langsung didapuk sebagai Ketua KPK menggantikan Busyro Muqoddas.

Pada umur 45 tahun, Abraham terpilih menjadi Ketua KPK dengan perolehan suara terbanyak. Ketua KPK termuda ini meraih 43 suara dari total 56 suara dalam proses pemungutan suara di Komisi Hukum DPR RI pada 3 Desember 2011. Bersama jajaran pimpinan KPK lainnya, Abraham dilantik di Istana Negara oleh Presiden SBY pada 16 Desember 2011.

Sepanjang menjabat sebagai Ketua KPK, suami dari Indriana serta ayah dari Nasya Thahira dan Syed Yasin Rantisi ini telah membongkar sejumlah kasus kakap, seperti kasus korupsi Wisma Atlet, kasus Hambalang, gratifikasi impor daging sapi, gratifikasi SKK Migas dan kasus pengaturan Pilkada Kabupaten Lebak.

Kariernya di KPK terhenti setelah pada 17 Februari 2015, Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) menetapkan Abraham sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen dan Presiden Joko Widodo memberhentikan sementara Abraham dari posisi Ketua KPK. Abraham pun kemudian memutuskan untuk mengundurkan diri.

Muncul dugaan bahwa penetapan Abraham sebagai tersangka adalah buah dari langkah KPK yang menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi, di mana yang bersangkutan merupakan calon Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi ke DPR.

Belakangan, Jaksa Agung HM Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan (deponering) perkara yang melibatkan Abraham. Jaksa Agung beralasan, jika proses hukum kasus ini diteruskan akan sangat berpengaruh terhadap semangat pemberantasan korupsi di Indonesia.

Lantas, apakah setelah tak lagi di KPK langkah Abraham melawan korupsi di Tanah Air ikut terhenti?

Abraham Samad: Bagi Kami di KPK, Teror Itu seperti Sarapan Pagi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kembali ke Atas